26th April 2015
Kerala Blog Express hari kedua, 4 Maret 2015. Sesuai dengan rencana, hari ini kami akan meninggalkan Kota Trivandrum menuju Distrik Kollam. Dalam perjalanan, nantinya kami akan singgah di dua tempat, yaitu pusat rehabilitasi Gajah di Elephant Rehabilitation Centre, Kottur serta pusat pelatihan yoga Sivananda Yoga Vedanta Dhanwantari Ashram di Neyyar Dam.
Duduk manis di urutan kursi penumpang bagian depan sambil menunggu saat-saat roda Bus Volvo ini bergerak meninggalkan hotel, saya memandangi peta perjalanan di tangan. Inilah rute perjalanan kami selama dua minggu ke depan, menempuh perjalanan darat, menyusuri Kerala, India bagian Selatan sejauh kurang lebih 2500 kilometer. Perjalanan akan bermula di Trivandrum dan berakhir di Kochi, untuk singgah di puluhan destinasi wisata dan menginap di selama 13 malam di hotel yang berbeda.
Menemani Gajah mandi di Kottur Elephant Rehabilitation Centre
Pukul delapan pagi kami sudah meninggalkan Uday Samudra Leisure Beach Hotel and Spa, Kovallam menuju Kottur. Perjalanan sengaja dimulai sepagi mungkin agar kami dapat melihat aktivitas Gajah di sana. Karena untuk bisa menjumpai binatang berbelalai ini, kami harus tiba sebelum pukul sebelas siang, saat gajah-gajah itu dikeluarkan dari hutan untuk dimandikan dan diberi makanan.
Perjalanan membutuhkan waktu tempuh sekitar dua jam melalui jalan aspal dua jalur yang tak terlalu lebar namun lancar dan mulus. Hanya sedikit tersendat saat melalui pasar dan beberapa titik karena bertepatan dengan kesibukan warga yang hendak berangkat sekolah atau menuju tempat kerja. Oh ya, satu hal yang saya catat dari perjalanan Kerala Blog Express, saya nyaris tak menemukan jalan yang rusak atau berlubang, nyaris semuanya mulus sehingga perjalanan kami selalu lancar.
Sesampainya di Elephant Rehabilitation Centre, Kottur, tak banyak gajah yang terlihat di area terbuka karena sebagian besar gajah-gajah tersebut berada di dalam hutan di areal konservasi. Jumlahnya kurang dari sepuluh ekor yang saya lihat. Sebagian besar sedang dimandikan di tepi danau sementara beberapa lainya sedang diberi makan. Ukurannya cukup besar, mengingatkan saya pada gajah-gajah di Pusat Pelestarian gajah di Way Kambas, Lampung.
Saya memperkirakan, sedikitnya jumlah Gajah yang saya lihat itu karena sejumlah besar Gajah lainnya berada di dalam hutan wilayah rehabilitasi dan mampu hidup tanpa campur tangan manusia. Sebagaimana yang sering saya dengar tentang Gajah, biasanya Gajah-gajah yang tersesat dan tak mampu beradaptasi kembali di dalam habitatnya semula inilah yang harus direhabilitasi agar tetap bertahan hidup.
Tak ada atraksi yang dilakukan oleh binatang ini sebagai sajian buat pengunjung. Selain karena keberadaan tempat ini memang tidak diperuntukkan sebagai tempat atraksi wisata. Isu tentang eksploitasi binatang pun menjadi bagian dari perhatian pemerintah setempat dan sebisa mungkin agar semangat responsible tourisme yang mereka gadang-gadang itu tetap terjaga dan nyata.
Tak banyak pengunjung yang datang saat kami berada di sana. Hanya ada beberapa orang turis asing dan serombongan anak sekolah beserta guru mereka. Sungguh menarik menyaksikan bagaimana para pawang itu menyikat tubuh gajah yang besar itu sebagian demi sebagian, dari bagian kepala hingga ke ekor. Saya pastikan butuh tenaga yang kuat untuk menyikat dan tentu saja kesabaran terpapar di bawah sinar matahari terik. Lihatlah pawang-pawang yang sedang memandikan Gajah ini, kulit mereka yang gelap makin terlihat legam di bawah sinar matahari.
Sementara itu, sang gajah terlihat sangat santai dan rileks menikmati prosesnya. Binatang bertubuh besar ini rebah, berendam di pinggir danau sambil sesekali bermain air. Berulang kali saya melihat mereka menyemburkan air ke permukaan melalui belalainya atau sekedar meniupkan udara dalam air. Melihat hal ini, saya yang merasakan kepanasan akibat teriknya sinar matahari, kok saya jadi pengen juga ya, hehehe. Terbayang nikmatnya berendam di cuaca yang panas ini sambil dipijat.
Belajar Yoga di Sivananda Yoga Vedanta Dhanwantari Ashram, Neyyar Dam
Saya semangat sekali berada di tempat ini, selain karena saya sedang jatuh cinta pada yoga sejak di Indonesia dan baru saja mulai berlatih sebulan sebelum berangkat ke India, saya juga sedang haus sekali informasi lebih lanjut tentang yoga. Bukan untuk gaya-gayaan, apalagi untuk bisa akroyoga seperti yang sedang happening di Jakarta, saya ingin dapatkan manfaat maksimal dari yoga terhadap kesehatan.
Aura tenang dan damai telah terasa sejak pertama kaki menjejakkan kaki di tempat ini. Kutipan-kutipan kalimat bijak tertera di pilar-pilar sekitar gerbang masuk. Suasana asri terasa di tempat yang jauh jalan besar dan berada di ketinggian ini. Terasa begitu menenangkan, hijaunya menyejukkan mata, damai namun hangat oleh denyut kehidupan dari para siswanya yang berseragam t-shirt warna kuning yang tersebar di banyak tempat.
Ada yang sedang meditasi di suatu ruangan, ada yang yang beramai-ramai berada di dalam aula untuk belajar atau berlatih yoga dan ada juga yang secara berkelompok terlihat takjim mendengarkan penjelasan sang guru. Saya melihat ini penuh rasa iri, berandai-andai bisa jadi salah satu murid di sini seperti beberapa orang yang dari raut wajah mereka, saya pastikan mereka datang dari berbagai negara.
Di sini, selain mendapat penjelasan secara singkat tentang yoga, kami juga berkesempatan melihat-lihat suasana kelas, tempat meditasi dan tempat berlatih gerakan-gerakan yoga. Tak hanya yang berada di dalam kelas atau aula tapi juga hingga ke tempat-tempat yang terbuka seperti pelataran maupun halaman yang terletak di pinggir danau. Kami juga berkesempatan belajar langsung gerakan-gerakan yoga yang diperagakan khusus buat kami disertai dengan penjelasannya.
Kunjungan kami diakhiri dengan makan siang bersama ala tradisional dengan menu vegetarian. Setiap dari kami duduk bersila menanti dibagikan makanan di atas pinggan aluminium yang terletak di hadapan kami dengan berbagai menu. Kami lalu dipersilakan menikmati hidangan dengan menggunakan tangan. Kehebohan terjadi karena banyak dari kami yang sama sekali tak terbiasa menggunakan jemarinya untuk makan. Hanya ada lima diantara 30travel blogger ini yang berasal dari Asia, yaitu India, Philipina dan Indonesia yang terbiasa.
Bagi saya, sebagai orang Indonesia tentu saja tak mengalami masalah apapun dalam menggunakan tangan untuk menyuapkan makanan ke mulut. Namun toh saya canggung sekali memasukkan makanan tersebut ke dalam mulut saya hingga menimbulkan keheranan beberapa teman yang lain. Saya hanya menjawab, bukan makan dengan tangan yang menjadi masalah buat saya, namun justru makanan dan cita rasanya itu yang membuat respon indra pengecap saya berhenti bekerja alias ngambek.
Saya harus menarik nafas panjang setiap memasukan sesuap demi sesuap nasi yang jenisnya tak biasa saya temukan di Indonesia, berbulir-bulir terpisah seperti nasi pera, namun lembutnya seperti nasi yang direbus terlalu lama hingga rasanya hambar. Rempah-rempah yang ditambahkan pada sayur pun menimbulkan aroma langur dengan komposisi asin, gurih, manis atau sedapnya tak sesuai dengan lidah saya. Sungguh membuat saya tersiksa. Perlahan saya sorong pinggan milik saya tanda menyerah.
Demikian kunjungan hari kedua ini. Perjalanan pun dilanjutkan menuju Welcom Raviz Hotel tempat kami menginap malam ini. Hotel yang membuat saya jatuh cinta untuk pertamakalinya pada backwater dan house boat. Ceritanya menyusul ya, sekalian dimasukkan ke dalam tulisan untuk review hotel yang akan datang. Tunggu yaaa…..